Kamis, 28 Juni 2018

ASKEP ANAK ASMA BRONKIAL

A. Definisi
Asma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan bronchospasme, inflamasi dan peningkatan sekresi jalan napas terhadap berbagai stimulan.

(Sumber : stockistherbal.com)
B. Pembagian Asma Pada Anak
1. Asma episode yang jarang.
Biasanya terdapat pada anak umur 3 – 8 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus saluran nafas bagian atas. Banyaknya serangan 3 – 4 kali dalam 1 tahun. Lamanya serangan dapat beberapa hari, jarang merupakan serangan yang berat.

Gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung kurang dari 3-4 hari, sedang batuk-batuknya dapat berlangsung 10 – 14 hari. Manifestasi alergi lainya misalnya, eksim jarang terdapat pada golongan ini. Tumbuh kembang anak biasanya baik, diluar serang tidak ditemukan kelainan. Waktu remisi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Golongan ini merupakan 70 – 75 % dari populasi asma anak.

2. Asma Episode yang sering
Pada 2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut. Pada umur 5 – 6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyak yang tidak jelas pencetusya. Frekwensi serangan 3 – 4 kali dalam 1 tahun, tiap serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekwensi serangan paling tinggi pada umur 8 – 13 tahun. Pad golongan lanjut  kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik ataui persisten. Umumnya gejala paling jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang akan mengganggu tidurnya. Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung frekwensi serangan. Jika waktu serangan lebih dari 1 – 2 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay Fever dapat ditemukan pada golongan asma kronik atau persisten. Gangguan pertumbuhan jarang terjadi . Golongan ini merupakan 2-0 % dari populasi asma pada anak.

3. Asma kronik atau persisten.
Pada 25 % anak golongan ini serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan; 75 % sebelum umur 3 tahun. Pada lebih adari 50 % anak terdpat mengi yang lama pada dua tahun pertama, dan 50 % sisanya serangannya episodik. Pada umur 5 – 6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran nafas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari; malam hari terganggu oleh batuk dan mengi. Aktivitas fisik sering menyebabkan mengi. Dari waktui ke waktu terjadiserangan yang berat dan sering memerlukan perawatan di rumah sakit.

Terdapat juga gologan yang jarang mengalami serangan berat, hanya sesak sedikit dan mengisepanjang waaktu. Biasanya setelah mendapatkan penangan anak dan orang tua baru menyadari mengenai asma pada anak dan masalahnya. Obstruksi jalan nafas mencapai puncakya pada umur 8 – 14 tahun, baru kemudian terjadi perubahan, biasanya perbaikan. Pada umur dewasa muda 50 % golongan ini  tetap menderita asma persisten atau sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi pada umur dewasa muda. Pada pemeriksaan fisik jarang yang normal; dapat terjadi perubahan bentuk thoraks seperti dada burung (Pigeon Chest), Barrel Chest dan terdapat sulkus Harison. Pada golongan ini dapat terjadi gangguan pertumbuhan yakni, bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisik kurangsekali, sering tidak dapat melakukan olah raga dan kegiatan lainya. Juga sering tidak masuk sekolah hingga prestasi belajar terganggu. Sebagian kecil ada mengalami gangguan psiko sosial.

C. Pencetus
1. Alergen.
tor allergi dianggap mempunyai peranan pad sebgian besar anak dengan asma. Disamping itu hiper reaktivitas saluran nafas juga merupakan faktor yang penting. Bila tingkat hiper reaktivitas bronchus tinggi, diperlukan jumlah allergen yang sedikit dansebaliknya jika hiper reaktivitas rendah diperlukan jumlah antigen yang lebih tinggi untuk menimbulkan serangan asma.


Sensitisasi tergantung pada lama dan intnsitas hubungan dengan bahan alergen berhubungan dengan umur. Bayidan anak kecil sering berhubungan dengan sisi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau bulu binatang, spora jamur yang terdapat di rumah. Dengan bertambahnya umur makin banyak jenis allergen pencetusnya. Asma karena makanan sering terjadi pada bayi dan anak kecil. 

2. Infeksi.
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak. Virus yang menyebabkan ialah respiratory syncytial virus (RSV) dan virus para influenza. Kadang-kadang karena bakteri misalnya; pertusis dan streptokokus, jamur, misalnya Aspergillus dan parasit seperti Askaris.

3. Iritan.
Hair spray, minyak wangi, semprot nyamuk, asap rokok, bau tajam dari cat, SO dan polutan udara lainya dapat memacu serangan asma. Iritasi hidung dan batuksendiri dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi.

4. Cuaca.
Perubahan tekanan udara, perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara berhubungan dengan  percepatan dan terjadinya serangan asma

5. Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani berat, misalnya berlari atau naik sepeda dapat memicu serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang berlebihan dapat merupakan pencetus. Pasien dengan faal paru di bawah optimal amat rentan terhadap kegiatan jasmani.

6. Infeksi saluran nafas.
Infeksi virus pada sinus, baik sinusitis akut maupun kronis dapat memudahkan terjadinya sma pada anak. Rinitis alergika dapat memberatkan asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.  

7. Faktor psikis.
Faktor psikis merupakan pencetus yang tidak boleh diabaikan dan sangat kompleks. Tidak adanya perhatian dan / atau tidak mau mengakui persolan yang berhubungan dengan  asma oleh anak sendiri / keluarganya akan menggagalkan usaha pencegahan. Sebaliknya terlalu takut terhadap adanya serangan atau hari depan anak juga dapat memperberat 

8. serangan asma.
Serangan asma dapat timbul disebabkan berbagai pencetus bersamaan misalnya pada anak dengan pencetus alergen sering disertai pencetus non allergen yang dapat mempercepat dan memperburuk serangan. Faktor pencetus adalah alergen dan infeksi; diduga infeksi virus memperkuat reaksi pencetus alergenik maupun non alergenik. Serangan dapat terjadi pada seorang anak setelah mendapat infrksi virus pada saluran nafas atas kemudian berlari-lari pada udara dingin.

D. Patofisiologi
  • Asma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.
  • Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi tubuh muncul (immunoglobulin E atau IgE) dengan adanya alergi. IgE di muculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan gejala asthma.
  • Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan bronkokontriksi (1-2 jam); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan  hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan.
  • Asma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan udara dingin.
  • Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan dapat menimbulkan distres pernafasan
  • Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena edema pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02,sehingga terjadi penurunan P02 (hipoxia).
    Selama serangan astmatikus, CO2 tertahan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan mengadakan kompensasi dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).
UNTUK BACA SELENGKAPNYA SILAHKAN KLIK DOWNLOAD

DAFTAR PUSTAKA

Panitia Media Farmasi dan Terapi. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya
Soetjiningsih. (1998). Tumbuh kembang anak . Cetakan kedua. EGC. Jakarta
Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika Jakarta.
Suriadi dan Yuliana R.(2001) Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1 Penerbit CV Sagung Seto Jakarta.

ASKEP APENDIKSITIS

LATAR BELAKANG
Apendiksitis merupakan suatu keadaan yang sering terjadi dan membutuhkan operasi kegawatan perut pada anak. Diagnosisnya sulit pada anak-anak, merupakan faktor yang memberikan angka perforasi 30-60%. Resiko untuk perforasi terbanyak pada anak usia 1-4 tahun (70-75%) dan terendah pada remaja (30-40%), yang insiden tertingginya menurut umur adalah masa anak. Kejadian apendiksitis meningkat dengan bertambahnya usia, memuncak pada remaja dan jarang terjadi pada anak kurang dari 1 tahun.

(Sumber : fasthomeremedy.com)
Perjelekan sejak mulainya gejala sampai perforasi biasanya terjadi setelah 36-48 jam. Jika diagnosis terlambat setelah 36-48 jam, angka perforasi menjadi 65%.


Berdasarkan hal tersebut, peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan sangat penting untuk meminimalkan dampak penyakit yang lebih lanjut.

TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti program pendidikan belajar (PBK) pada stase anak, saya mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan post apendiktomi.

TUJUAN KHUSUS
Dapat melakukan pengkajian, analisa data, memprioritaskan diagnosa keperawatan serta melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan post apendiktomi

A. Definisi
Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermoformis (kantung buntu diujung sekum). (Donna L Wong, 2004)

B. Patofisiologi
Hiperplasia folikel limfoid, fekalid, cacing, striktur, kanker dapat menyebabkan obstruksi apendik  yang mengakibatkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung. Makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding apendiks sehingga mengganggu aliran limfe dan menyebabkan dinding apendiks oedem, serta merangsang tonika serosa dan peritonium veceral. Persarafan  appendiks sama dengan usus, yaitu torakal X (vagus) maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit sekitar umbilikus, mukus yang terkumpul lalu terinfeksi oleh bakteri dan menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium bawah. Bila dinding appendiks yang telah rapuh pecah maka dinamakan appendikitis perforasi. Pada anak-anak karena omentum masih pendek dan tipis, appendiks yang relatif lebih panjang, dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang madsih kurang, maka perforasi akan lebih cepat

C. Manifestasi Klinik
Gejala utama dari appendiks adalah nyeri perut, rasa sakit ini disebabkan karena penyumbatan appendiks. Pada mulanya nyeri perut ini hilang timbul dan terasa di epigastrium atau regioumbilukus. Tiga gejala klasik terdiri atas nyeri, mual dan panas, Biasanya disertai anorexia, dan muntah, diare jarang terjadi  terdiri dari sedikit tinja berlendir yang disebabkan oleh iritasi kolon sigmoid. Jika terjadi iritasi pada kandung kemih bisa menimbulkan gejala kencing seperti sering dan terburu-buru.

Bila proses radang telah menjalar ke peritonium perietal setempat, maka akan timbul nyeri lokal pada perut kanan bawah didaerah Mc. Burney seperti nyeri tekan. Pada perforasi, nyeri menjadi menyeluruh.

Gejala umum lainnya adalah bising usus menurun atau hilang sama sekali, demam, mula-mula demam tidak begitu tinggi tetapi menjadi hiperpireksia bila terjadi perforasi, bila proses appendiksitis menjadi kronis maka gejala-gejala menjadi tidak jelas.

D. Pemeriksaan Penunjang
- Hitung darah lengkap, didapatkan leukositosis, neutropilia.
- Ultrasound, didapatkan fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
- Pemeriksaan foto abdomen, didapatkan fekalit berkalsifikasi.

E. Focus Pengkajian
Anamnesis dan pemeriksaan fisik diarahkan pada penentuan tanda apendiksitis.
Aspek yang terkait riwayat yang mendukung diagnosis apendiksitis meliputi mulainya nyeri sebelum muntah dan diare, kehilangan nafsumakan, berpindahnya nyeri dari periumbilikus ke kuadran kanan bawah dan nyeri bertambah parah dengan pergerakan.

Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan inspeksi tingkah laku anak dan keadaan perutnya. Anak dengan apendiksitis sering bergerak dengan berlahan dan terbatas, membungkuk ke depan dan sedikit pincang. Anak tersebut akan memegang kuadran kanan bawah. Perut kembung menunukkan suatu komplikasi seperti perforasi/obstruksi. Auskultasi bisa menunjukkan suara usus abnormal (hipoaktif) ketika terjadi perforasi.

Palpasi abdomen harus dilakukan dengan lembut, kuadran kanan bawah (titik McBurney, yaitu perpotongan lateral dan duapertiga dari garis yang menghubungkan spina iliaka superior anterior kanan dan umbilikus). Tanda fisik yang paling penting pada apendiksitis adalah nyeri tekan menetap pada saat palpasi.

Observasi adanya tanda-tanda peritonitis.
Tanda terjadinya perforasi adalah demam, hilangnya nyeri secara tiba-tiba setelah perforasi, peningkatan nyeri yang biasanya menyebar dan disertai kaku abdomen, distensi abdmen progresif,  menggigil.

F. Focus Intervensi
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif didalam abdomen, perforasi pada apendiks.
Kriteria hasil :
meningkatnya penyembuhan luka dengan benar,  bebas tanda infeksi atau inflamasi.

Intervensi :
- Pantau tanda-tanda vital dan jumlah leukosit.
- Perhatikan adanya demam, menggigil, berkeringat, meningkatnya nyeri abdomen.
- Beri perawatan luka dan penggantian balutan dengan menggunakan teknik septik.
- Minotor insisi dan balutan.
- Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema.
- Beri antibiotik sesuai ketentuan.

Gangguan rasa nyaman :
nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
Kriteria hasil :
nyeri dapat terkontrol, tampak rileks, dapat tidur secara cukup.
Intervensi :
- Lakukan strategi nonfarmakologi untuk membantu anak mengatasi nyeri.
- Gunakan strategi yang dikenal anak atau gambarkan beberapa strtegi dan biarkan anak memilih salah satunya.
Libatkan orang tua dalam pemilihan strategi.
- Minta orang tua untuk membantu anak dengan menggunakan strategi selama nyeri aktual.
- Beri obat analgesik sesuai ketentuan.
Resiko tinggi cidera berhubungan dengan tidak adanya motilitas usus.

Kriteria hasil :
anak tidak menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan, abdomen tetap lunak dan tidak distensi, anak tidak muntah
Intervensi     :
- Pertahankan puasa pada pascaoperasi.
- Pertahankan dekompresi selang NGT
- Kaji abdomen untuk adanya distensi, nyeri tekan dan bising usus.
- Pantau keluarnya flatus dan feses.

G. Intervensi Pasca Bedah
Cegah dan pantau adanya distensi abdomen :
- Puasa
- Pertahankan tetap terbukanya tuba nasogastrik
- Kaji ketegangan dinding abdomen (keras, lunak)
- Cegah penyebab infeksi
- Lakukan perawatan luka sesuai indikasi dan pembuangan balutan yang benar.
- Berikan isolasi universal
- Pantau adanya tanda-tanda infeksi
- Pantau tanda-tanda vital sesuai intruksi

Observasi luka untuk adanay tanda-tanda infeksi : panas, nyeri, bengkak dan kemerahan.
Beri antibiotik : pantau respon anak
Pantau tempat pemasangan infus
Tingkatkan penyembuhan luka
Lakukan perawatan luka : jaga agar tempat tersebut tetap kering dan bersih.
Letakkan anak dalam posisi semi fowler untuk memudahkan drainase jika ada cairan.

Kaji nyeri dan lakukan tindakan penghilang nyeri
Ajarkan teknik distraksi untuk mengurangi rasa sakit.
Lakukan tindakan-tindakan pemberi rasa nyaman seperti masase dan pemberian posisi yang nyaman.
Bantu anak dan orang tua dalam mengatasi stress emosional karena hospitalisasi dan pembedahan.

Rabu, 27 Juni 2018

ASKEP ASPIRASI MEKONIUM

A. Pengertian
Terisapnya cairan amnion yang tercemar mekonium ke dalam paru yang dapat terjadi pada saat intra uterin, persalinan dan kelahiran.

(Sumber : typosthes.gr)
B. Etiologi
  • Riwayat persalinan postmatur
  • Riwayat janin tumbuh lambat
  • Riwayat kesulitan persalinan, riwayat gawat janin, asfiksia berat
  • Riwayat persalinan dengan air ketuban bercampur mekoniu
C. Pengkajian
  • Cairan amnion tercemar mekonium
  • Kulit bayi diliputi mekonium
  • Tali pusat dan kulit bayi berwarna hijau kekuningan
  • Gangguan napas (merintih, sianosis, napas cuping hidung, retraksi, takipnue)
  • Biasanya disertai tanda bayi lebih bulan
Pemeriksaan Laboratorium :
  • Preparat darah hapus, kultur darah, darah rutin, analisa gas darah (hipoksemia, asidemia)
  • Pemeriksaan sinar X dada
D. Komplikasi
  • Hipoksia serebri, gagal ginjal, keracunan O2, pneumothorak
  • Sepsis, kejang, retardasi mental, epilepsi, palsi serebral
E. Penatalaksanaan Medis
§        Tindakan resusitasi
§        Pemberian antibiotika
§        Terapi suportif : infuse, oksigen, jaga kehangatan, pemberian ASI

F. Asuhan Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Rencana Tindakan

1.


Resiko cedera berhubungan dengan sepsis neonatal

Tidak terjadi cedera

Kriteria :
§  Bayi menerima terapi sesuai   pesanan
§  Bayi mengalami kultur ulang setelah tindakan medis yang menunjukkan tak ada ‘pertumbuhan’ atau komplikasi lain.
§  Bayi mengalami normotermik

§  Pertahankan isolasi : perawatan isolasi
§  Ubah posisi tiap 2 jam
§  Observasi tanda vital setiap 2 jam, beritahu perubahan dan laporkan dokter sesuai kebutuhan
§  Pantau tanda vital
§  Pertahankan suhu lingkungan netral
§  Periksa suhu setiap 2 jam
§  Pertahankan prosedur mencuci tangan ketat
§  Ajarkan tehnik mencuci tangan pada orang tua sebelum memegang bayi
§  Berikan oksigen sesuai pesanan
§  Lakukan AGD periodik sesuai pesanan
§  Rencanakan periode istirahat; hindari memegang yang tak perlu
§  Lakukan tindakan pendinginan bila bayi menggigil, mis., lepaskan sumber pemanas eksternal atau selimut berikan mandi hangat
§  Dengan perlahan rangsang bila apnea dengan menggosok dada, menggoyang kaki
§  Pertahankan peralatan resusitasi di dekatnya
§  Observasi terhadap tanda fokal kacau mental
§  Hisap lendir hidung dan mulut sesuai kebutuhan
§  Miringkan kepala
§  Lindungi dari gerakan membentur sisi inkubator atau box
§  Berikan oksigen sesuai kebutuhan
§  Bantu dokter dalam kerja septik sesuai indikasi
§  Berikan antibiotik sesuai   pesanan
§  Beri penkes pada ortu tentang pemberian obat (nama obat, dosis, waktu, tujuan, efek samping), pentingnya rawat jalan, gejala kekambuhan




No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Rencana Tindakan

2.



Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi malas minum

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

§  Kriteria:
§  Bayi tidak kehilangan berat badan
Bayi mampu mempertahankan/menunjukkan peningkatan berat badan

§  Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
§  Ukur masukan dan haluaran
§  Timbang berat badan bayi setiap hari
§  Berikan makanan melalui sonde sesuai pesanan
§  Catat aktifitas bayi dan   perilaku makan secara akurat
§  Observasi koordinasi reflek menghisap/menelan
§  Berikan kebutuhan menghisap pada botol sesuai indikasi









Selasa, 26 Juni 2018

ASKEP ANAK DENGAN ANEMIA

A. Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah.

(Sumber : almet-rt.ru)

B. Penyebab Anemia
Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan pembentukan, kerusakan atau kehilangan sel-sel darah merah serta penyebabnya. Penyebab anemia antara lain sebagai berikut :
  1. Anemia pasca pendarahan : akibat perdarahan massif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau perdarahan menahun : cacingan
  2. Anemia defisiensi: kekurangan bahan baku pembuat sel darah. Bisa karena intake kurang, absorbsi kurang, sintesis kurang, keperluan yang bertambah
  3. Anemia hemolitik: terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan. Karena faktor intrasel: talasemia, hemoglobinopatie,dll. Sedang factor ekstrasel: intoksikasi, infeksi –malaria, reaksi hemolitik transfusi darah
  4. Anemia aplastik disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang)
C. Tanda dan gejala
  1. Tanda umum anemia
    - Pucat,
    - Tacicardi,
    - Bising sistolik anorganik,
    - Bising karotis,
    - Pembesaran jantung.
  2. Manifestasi Khusu pada anemia
    Anemia aplastik: ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral, infeksi bakteri, demam, anemis, pucat, lelah, takikardi.
    Anemia defisiensi: konjungtiva pucat (Hb 6-10 gr/dl), telapak tangan pucat (Hb < 8 gr/dl), iritabilitas, anoreksia, takikardi, murmur sistolik, letargi, tidur meningkat, kehilangan minat bermain atau aktivitas bermain. Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, anak tak tampak sakit, tampak pucat pada mukosa bibir, farink,telapak tangan dan dasar kuku. Jantung agak membesar dan terdengar bising sistolik yang fungsional.
    Anemia aplastik : ikterus, hepatosplenomegali.
D. Pemeriksaan Penunjang
  1. Kadae HB
    Kadar Hb <10g/dl. Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata < 32% (normal: 32-37%), leukosit dan trombosit normal, serum iron merendah, iron binding capacity meningkat
  2. Kelainan laborat sederhana untuk masing-masing type anemia
    a.  Anemia defisiensi asam folat : makro/megalositosisb. Anemia hemolitik : retikulosit meninggi, bilirubin indirek dan total naik, urobilinuria.
    c. Anemia aplastik : trombositopeni, granulositopeni, pansitopenia, sel patologik darah tepi ditemukan pada anemia aplastik karena keganasan.
E. Pathwasy

F. Penatalaksanaan
  • Anemia pasca pendarahan : transfusi darah. Pilihan kedua: plasma ekspander atau plasma substitute. Pada keadaan darurat bisa diberikan infus IV apa saja
  • Anemia defisiensi : makanan adekuat, diberikan SF 3x10mg/kg BB/hari. Transfusi darah hanya diberikan pada Hb <5 gr/dl
  • Anemia aplastik : : prednison dan testosteron, transfusi darah, pengobatan infeksi sekunder, makanan dan istirahat
G. Masalah keperawatan yang sering muncul
  • Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komparten seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat nutrisi ke sel
  • Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen
  • Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan
H. Tindakan keperawatan
1. Perfusi jaringan adekuat
  • Memonitor tanda‑tanda vital, pengisian kapiler, wama kulit, membran mukosa.
  • Meninggikan posisi kepala di tempat tidur
  • Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri.
  • Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau gelisah
  • Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin.
  • Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebu­tuhan tubuh.
  • Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
2. Mendukung anak tetap tolerans terhadap aktivitas
  • Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan anak.
  • Memonitor tanda‑tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas, dan mencatat adanya respon fisiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut jantung peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat).
  • Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga untuk berhenti melakukan aktivitas jika teladi gejala‑gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat, pusing atau kelelahan).
  •  Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari­ hari sesuai dengan kemampuan anak.
  • Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan reinforcement terhadap partisipasi anak di rumah.
  • Membuat jadual aktivitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain.
  • Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak dalam melakukan aktivitas, memonitor kemam­puan melakukan aktivitas secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua dan sekolah
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
  • Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
  • Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
  • Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan Mengevaluasi berat badan anak setiap hari.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC.
  2. Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.
  3. Tucker SM. (1997). Standar Perawatan Pasien. Edisi V. Jakarta, EGC.